Amerika Berencana Mengurangi 7OOO Pasukanya di Afghanistan - Internasional

Breaking News

Amerika Berencana Mengurangi 7OOO Pasukanya di Afghanistan


WASHINGTON Srikandi News - Pemerintah Amerika Serikat berencana menarik ribuan serdadu dari Afghanistan, sebut sejumlah laporan media di AS.
Beberapa pejabat yang identitasnya tidak disebutkan, mengatakan sekitar 7.000 serdadu—setengah dari seluruh tentara AS di Afghanistan—akan dipulangkan dalam beberapa bulan mendatang. Namun, sampai sejauh ini belum ada pejabat Kementerian Pertahanan AS yang secara terang-terangan mengonfirmasinya.
Laporan itu muncul sehari setelah Presiden Donald Trump mengumumkan penarikan mundur pasukan AS dari Suriah.
Pada Kamis (20/12), Menteri Pertahanan Jim Mattis mengumumkan pengunduran dirinya. Dia menyebut bahwa dirinya berbeda pandangan dengan presiden, namun tidak secara gamblang menyatakan penarikan pasukan sebagai alasannya mundur.
Jim MattisHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionJenderal Mattis akan meletakkan jabatannya pada Februari mendatang.

Rekam jejak pasukan AS di Afghanistan

Pasukan AS telah ditempatkan di Afghanistan sejak 2001.
Hal ini bermula ketika Taliban—yang saat itu menguasai Afghanistan—menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan 11 September.
Presiden George W Bush kemudian melancarkan operasi militer untuk menemukan Bin Laden sekaligus menjungkalkan Taliban dari kekuasaan.
Pasukan khusus AS menemukan dan membunuh Bin Laden di Pakistan pada 2011 dan operasi tempur AS di Afghanistan resmi berakhir pada 2014.
Namun, setelah 2014, Taliban kembali berkuasa sehingga sejumlah pasukan AS dipertahankan untuk menjaga keamanan di Afghanistan.
Pada September 2017, Trump mengumumkan bahwa AS akan mengirim 3.000 serdadu tambahan ke sana, yang jelas berbeda dari janjinya untuk mempertahankan pasukan AS sampai batas waktu tak tertentu.
osamaHak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image captionKeberadaan pasukan AS di Afghanistan sejak 2001 terkait dengan Osama bin Laden.

Bagaimana reaksi terhadap rencana Trump?

Rencana Trump untuk mengurangi jumlah pasukan ditentang sejumlah pihak, sebagaimana dilaporkan harian Washington Post.
Di antara pihak yang menolak adalah Kepala Staf Gedung Putih, John Kelly, dan penasihat keamanan nasional, John Bolton.
Senator Republik, Lindsay Graham, merilis cuitan yang menyebut penarikan mundur pasukan merupakan "strategi berisiko tinggi" yang membalikkan kemajuan AS di kawasan tersebut sekaligus menyediakan jalan bagi terciptanya "9/11 kedua".
Sebelumnya, dia juga menentang penarikan mundur pasukan dari Suriah yang disebutnya "kesalahan besar seperti yang dibuat Obama".
Beberapa kalangan mengingatkan bahwa penarikan mundur pasukan AS akan menciptakan celah sehingga kelompok seperti Negara Islam (ISIS) bisa bangkit kembali.
Dari kabul dilaporkan bahwa Pemerintah Afghanistan mengecilkan signifikansi laporan mengenai rencana pengurangan pasukan Amerika, dengan menyatakan pasukan keamanan Afghanistan mampu melindungi dan membela negara itu sendiri.

Para pejabat di Washington dilaporkan menyatakan Presiden Donald Trump sedang mempertimbangkan penarikan sekitar setengah dari 14 ribu lebih tentara Amerika yang ditempatkan di Afghanistan.
Pasukan Amerika adalah bagian dari misi militer nontempur NATO yang beranggotakan sekitar 20 ribu tentara, yang misi utamanya adalah melatih dan menjadi penasihat pasukan Afghanistan dalam pertempuran mereka melawan pemberontak Taliban dan teroris terkait ISIS.
“Apabila beberapa ribu tentara asing yang menjadi penasihat, melatih dan membantu, pergi, ini tidak akan mempengaruhi keamanan kami,” kata Fazel Fazly, kepala penasihat presiden Afghanistan di Kabul. Ia menepis anggapan bahwa Pasukan Keamanan Pertahanan Nasional Afghanistan (ANDSF) akan runtuh dengan kepergian pasukan internasional pimpinan Amerika.
Berdasarkan rencana yang diberitakan itu, sekitar 7.000 tentara Amerika akan mulai pulang pada bulan Januari, dan selebihnya akan pulang dalam beberapa bulan berikutnya, dalam penarikan bertahap. Belum ada komentar dari Pentagon atau Komando Pusat Amerika mengenai laporan tersebut. (BBC/VOA/KANAL)

Tidak ada komentar